Pengertian Pancasila - Secara
arti kata pancasila mengandung arti, panca yang berarti lima “lima” dan
sila yang berarti “dasar”. Dengan demikian pancasila artinya lima
dasar.Tetapi di sini
pengertian pancasila berdasarkan sejarah pancasila itu sendiri.
Apabila kita ingin benar-benar melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945
secara murni dan konsekuan, maka kita tidak saja harus melaksanakan
ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal dari Batang Tubuh (the body of the
konstitutin) atau lebih dkenal isi dari UUD 1945 itu, tetapti juga
ketentuan-ketentuan pokok yang
termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena
pembukaan UUD 1945 (walaupun tidak tercantum dalam satu dokumen dengan
Batang Tubuh UUD 1945, seperti konstitusi (RIS) atau UUDS 1950
misalnya), adalah bagian mutlak yang tidak dipisahkan dari Konstitusi
Republuk Indonesia Tahun 1945; pembukaan dan Batang Tubuh kedua-duanya
telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 18 Agustua 1945.
Apabila kita berbicara tentang UUD
1945. maka yang dimaksud ialah Konstitusi (UUD) yang disahkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tersebut pada tanggal 18 Agustus
1945 yang diumumkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun 1946 No. 7
halaman 45-48, yang terdiri atas :
- Pembukaan (Preambule) yang meliputi 4 alinea ;
- Batang Tubuh atau isi UUd 1945, yang meliputi;
- Penjelasan
Adapun Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas emapt bagian itu yang amat
penting ialah bagian/alinea ke 4 yang berbunyi sebagai berikut:
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka
dususunlah Kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan
yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
Dalam penjelasan resmi ari pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa dalam
Pembukaan UUD 1945 terkandung emapt pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
- Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasar atas Persatuan;
- Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
- Negara Indonesia adalah Negara yang berkedaulatan rakyat dan berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan;
- Negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Khusus bagian/alinea ke -4 dari
pembukaan UUD 1945 adalah merupakan asas pokok Pemebentukan pemerintah
Negara Indonesia. Isi bagian ke 4 dari Pembukaan UUD 1945 itu dibagi ke
dalam 4 hal:
1. Tentang hal tujuan Negara iondonesia, tercantum dalam kalimat
“Kemudian daripada itu dan seluruh tumpah darah indinesia, yang;
- Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
- Memajukan kesejahteraan rakyat;
- Mencerdaskan kehidupan bangsa;
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2. Tentang hal ketentuan
diadakanya Undang-Undang Dasar tarcantum dalam kalimat yang berbunyi:
“maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia”;
3. Tentang hal bentuk Negara dalam kalimat: yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat;
4. Tentang hal Dasar Falsafah Negara Pancasila.
Adapun Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah disahkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus
1945 itu sebagian besar bahan-bahanya berasal dari Naskah Rancangan
Pembukaan UUD yang disusun oleh Panitia Perumus (panitia kecil) yang
beranggotakan 9 orang yang diketua oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22
Juni 1945 di Jakarta.
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, naskah politik yang
bersejarah itu dijadikan Rancangan Pembukaan UUD sebagai bahan pokok dan
utama bagi penyusunan/penetapan Pembukaan (Preambule) UUD yang akan
ditetakan itu.
Naskah politik yang bersejarah yang disusun pada tanggal 22 Agustus 1945
itu, di kemudian hari oleh Mr. Muhamad Yamin dalam pidatonya di depan
siding Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) pada tanggal 11
Juni 1945 dinamakan “Piagam Jakarta” dan baru beberapa tahun kemudian
dimuat dalam bukunya yang berjudul Prokalmasi dan Konstitusi pada tahun
1951.
Dalam naskah politik yang di sebut dengan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 inilah untuk pertama kali dasar falsafah Negara pancasila
ini dicantumkan secara tertulis, setelah diusulkan oleh Ir. Soekarno
dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945. Adapun panitia perumus yang
beranggotakan 9 orang yang telah menyusun Piagam Jakarta itu adalah
salah satu panitia kecil dari Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan
(BPPK) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945.
Di atas telah dijelaskan tentang pentingnya Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Adapun besar arti pentingnya Pembukaan Undang-Undang Daar
itu ialah karena pada aline ke 4 itu tercantum ketentuan pokok yang
bersifat fundamental, yaitu dasar falsafah Negara Republik Indonesia
yang dirumuskan dalam kata-kata berikut: ….”maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:
- Ketuhanan Mang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia,
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kelima dasar ini tercakup dalam satu nama/istilah yang amat penting bagi kita bangsa Indonesia yaitu pancasila.
Istilah atau perkataan pancasila ini memang tidak tercantum dalam
Pembukaan maupun dalam Batang Tubuh UUD 1945. Di alinea ke 4 dari
Pembukaan UUD 1945 hanyalah disebutkan bahwa, Negara Republik Indonesia
berdasarkan kepada lima prinsip atau asas yang tersebut di atas, tanpa
menyebutkan pancasila. Bahwa kelima prinsip atau dasar tersebut adalah pancasila,
kita harus menafsirkan sejarah (maupun penafsiran sistematika) yakni
menghubungkanya dengan sejarah lahirnya pencasila itu sendiri pada
tanggal 1 Juni 1945, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Berkenaan dengan perkataan pancasila, menurut Prof. Mr. Muhamad Yamin
(Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia) pada halaman 437
antara lain sebagai berikut “perkataan Pancasila” yang kini telah
menjadi istilah hukum, mula-mula ditempa dan dipakai oleh Ir. Soekarno
dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk menamai paduan sila yang
lima. Perkataan itu diambil dari peradaban Indonesia lama sebelum abad
XIV. Kata kembar itu keduanya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu panca
dan sila yang memiliki arti yang berbeda. Pancasila
dengan huruf i biasanya memiliki arti berbatu sendi yang lima
(consisting of 5 rocks; aus fund Felsen bestehend). Pancasila dengan
huruf i yang panjang bermakna “5 peraturan tingkah laku yang penting”.
Kata sila juga hidup dalam kata kesusilaan dan kadang-kadang juga
berarti etika. Dalam bahasa Indonesia kedua pengertian di atas
dirasakan sudah menjadi satu paduan antara sendi yang lima dengan lima
tingkah laku yang senonoh.
Dari uraian di atas dapatlah kiranya kita menarik kesimpulan bahwa
pancasila sebagai istilah perkataan Sanskerta yang sudah dikenal di
tanah air kita sejak abad XIV. Sedangkan pancasila dalam bentuk
formalnya sebagai dasar Falsafah Negara Republik Indonesia baru
diusulkan pada tanggal 1 Juni 1945
..........................................alisyahbana..................................................
Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Pengertian Ideologi
- Ideologi berasal dari kata yunani yaitu iden yang berarti melihat,
atau idea yang berarti raut muka, perawakan, gagasan buah pikiran dan
kata logi yang berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran
atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau science des ideas
(AL-Marsudi, 2001:57).
Puspowardoyo (1992 menyebutkan bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai
komplek pengetahuan dan nilai secara keseluruhan menjadi landasan
seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya
serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman
yang dihayatinya seseorang dapat menangkap apa yang dilihat benar dan
tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.
Menurut pendapat Harol H. Titus. Definisi dari ideologi adalah: Aterm
used for any group of ideas concerning various political and aconomic
issues and social philosophies often applied to a systematic scheme of
ideas held by groups or classes, artinya suatu istilah yang digunakan
untuk sekelompok cita-cita mengenai bebagai macam masalah politik
ekonomi filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang
sistematis tentang suatu cita-cita yang dijalankan oleh kelompok atau
lapisan masyarakat.
Bila kita terapkan rumusan ini pada Pancasila dengan definisi-definisi
filsafat dapat kita simpulkan, maka Pancasila itu ialah usaha pemikiran
manusia Indonesia untuk mencari kebenaran, kemudian sampai mendekati
atau menanggap sebagai suatu kesanggupan yang digenggamnya seirama
dengan ruang dan waktu.
Hasil pemikiran manusia yang sungguh-sungguh secara sistematis radikal
itu kemuduian dituangkan dalam suatu rumusan rangkaian kalimat yang
mengandung suatu pemikiran yang bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan
dasar, asas, pedoman atau norma hidup dan kehidupan bersama dalam rangka
perumusan satu negara Indonesia merdeka, yang diberi nama Pancasila.
Kemudian isi rumusan filsafat yang dinami Pancasila itu kemudian diberi
status atau kedudukan yang tegas dan jelas serta sistematis dan memenuhi
persyaratan sebagai suatu sistem filsafat. Termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat maka filsafat Pancasila itu
berfungsi sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yang diterima dan
didukung oleh seluruh bangsa atau warga Negara Indonesia.
Demikian isi rumusan sila-sila dari Pancasila sebagai satu rangkaian
kesatuan yang bulat dan utuh merupakan dasar hukum, dasar moral, kaidah
fundamental bagi peri kehidupan bernegara dan masyarakat Indonesia dari
pusat sampai ke daerah-daerah
Pancasila sebagai dasar Negara,
maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar Negara
mempunyai sifat imperatif dan memaksa, artinya setiap warga Negara
Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang melangggar
Pancasila sebagai dasar Negara, harus ditindak menurut hukum yakni hukum
yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain pengamalan Pancasila
sebagai dasar Negara disertai sanksi-sanksi hukum. Sedangkan pengamalan
Pancasila sebagai weltanschuung, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam hidup
sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai sifat
mengikat, artinya setiap manusia Indonesia terikat dengan cita-cita yang
terkandung di dalamnya untuk mewujudkan dalam hidup dan kehidupanya,
sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang barlaku di
Indonesia.
Jadi, jelaslah bagi
kita bahwa mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia mempunyai sifat imperatif memaksa. Sedangkan
pengamalan atau pelaksanaan Pancasila sebagai pandangan hidup dalam
hidup sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai
sifat mengikat.
Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan Negara dihubungkan fungsinya sebagai dasar
Negara, yang merupakan landasan idiil bangsa Indonesia dan Negara
Republik Indonesia dapatlah disebut pula sebagai ideologi nasional atau
ideologi Negara.
Artinya pancasila merupakan satu ideologi yang dianut oleh Negara atau
pemerintah dan rakyat Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau
monopoli seseorang ataupun sesuatu golongan tertentu.
Sebagai filsafat atau dasar kerohanian Negara, yang meruapakn cita-cita
bangsa, Pancasila harus dilaksanakan atau diamalkan, yang mewujudkan
kenyataan dalam penyelenggaraan hidup kenegaraan kebangsaan dan
kemasyarakatan kita.
................................................alisyahbana................................................................
asila sebagai paradigma dimaksudkan
bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir,
pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan
kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan
bagi ‘yang menyandangnya’. Yang menyandangnya itu di antaranya:
a) bidang politik,
b) bidang ekonomi,
c) bidang social budaya,
d) bidang hukum,
e) bidang kehidupan antar umat beragama,
Memahami asal mula Pancasila. Kelimanya itu, dalam
Makalah
ini, dijadikan pokok bahasan. Namun demikian agar sistematikanya
menjadi relatif lebih tepat, pembahasannya dimulai oleh ‘paradigma yang
terakhir’ yaitu paradigma dalam kehidupan kampus
1. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Istilah paradigma pada mulanya
dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn,
Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa
ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma
adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi
pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang
politik,
hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam
pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi,
sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan
paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok
ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.
Pancasila sebagai paradigma,
artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar,
kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang
dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan
penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa
Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan
organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila
pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara
termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia.
Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat
manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
- susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
- sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
- kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya
meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa,
raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan
nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di
berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek
atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari
kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat
dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari
manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada
rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah
sistem politik demokrasi bukan otoriter Berdasar hal itu, sistem politik
Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila).
Pengembangan
selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral
daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara
berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral
ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan
moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga
menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan
bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama
yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila.
Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
- Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
- Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
- Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
- Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
- Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi,
persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber
pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi
seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam
pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat
tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian,
nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat
informasi adalah:
- nilai toleransi;
- nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
- nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
- bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma
pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi
berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I
Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang
mendasarkan
pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik
selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem
ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal
yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia
lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam
sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu. Pancasila
bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus
dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada
kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar
pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan.
Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai
moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri
dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang
hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan
kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma
pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila;
sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada
pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan,
politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat - yang harus mampu mewujudkan
perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga
masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak
pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih
memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang
mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama
pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan
yang sesuai dengan ini ialah koperasi.
Ekonomi Kerakyatan akan mampu
mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi
daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan
pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan
mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil,
demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan,
Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan
pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau
meningkatkan kepastian hukum.
c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan
kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial
budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu
menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya
yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat
anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan
beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus
mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat
mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human.
Berdasar sila persatuan Indonesia,
pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap
nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam si seluruh wilayah Nusantara
menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu ada
pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai
kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima
sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak
menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan
sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma
pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya
perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti
yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa
dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua). Hak budaya
komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara
dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem
perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan
masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era
otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi sukubangsa tetapi
justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan
regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan
menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan
kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya
nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak
kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan-kebudayaan
di daerah: (1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa
ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak
mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Sila Kedua,
merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun
golongannya; (3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi
kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri
sebagai satu bangsa yang berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai
budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia
untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan
untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan
perorangan; (5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu
menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia
dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia
adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak
hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia
secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan
adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan
pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan
rakyat semesta (sishankamrata). Sistem pertahanan yang bersifat semesta
melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional
lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk
menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta
didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta
keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan
nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu)
memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan
bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan
keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU
No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan
pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan
ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di
dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi,
yaitu: (1) adanya perlindungan terhadap HAM, (2) adanya susunan
ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3) adanya pembagian dan
pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan
UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila,
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian
dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan
yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi
positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi
negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan
Pasal 37 UUD 1945. Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—,
demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu
pada dasar negara (silasila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma
pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil
dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5) Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang
dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang
terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan
karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan
perwujuan aspirasi rakyat).
e. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama
Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal
sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin
kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah
Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari
beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna
meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita. Namun
akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan
karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara
peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan
umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran
yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam
menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan
umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat
beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitAs lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
- Bertentangga yang baik
- Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
- Membela mereka yang teraniaya
- Saling menasehati
- Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa
diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama; dan 2) pemupukan
semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan
masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.
Dalam “Analisis dan Interpretasi
Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan
bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada
bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama. Hal ini
didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi
kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara
mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena
politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari
kompromi.
Dalam
beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula
bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba
untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga
kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi
Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli,
Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam
masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan
hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji
kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog
Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk
mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan
pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa
posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang
bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal
budi, yang kreatif, yang berbudaya.
2. Inplementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus
Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus
adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus
tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga
harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu
politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi
sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas
rohani manusia. Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan
kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar
kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai
tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai
subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat
manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu
sendiri.
.............................alisyahbana...........................................................
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
1. Arti Pandangan Hidup Suatu Bangsa.
“ Apa arti pandangan hidup suatu bangsa?”. Pertanyaan ini sukar untuk
dijawab tanpa mengetahui bahwa bangsa itu mengenal berbagai kelompok
masyarakat manusia yang membentuk bangsa. Kita mengenal bangsa Amerika
yang terdiri atas berbagai asal ras dan asal kebudayaan. Ada yang beasal
dari Eropa, Inggris, Jerman, Timur Tebgah, Jepang dan masih banyak
lagi. Tetapi mereka menyebut diri sebagai bangsa Amerika.
Semua mengaku sebagai bangsa Amerika yang siap membela Negara Amerika.
Indonesia pun sama seperti bangsa Amerika yang terdiri atas berbagai
kelompok masyarakat yang masing-masing berbeda latar belakang budayanya,
agama, dan bahkan darahnya. Tetapi sejak tanggal 28 Oktober 1928 kita
telah menjadi satu bangsa Artinya satu kesatuan dari berbagai ragam
latar belakang sosial budaya, agama dan keturunan yang bertekad untuk
membangun satu tatanan hidup berbangsa dan bernegara.
Setiap bangsa mempunyasi cita-cita untuk masa depan dan menghadapi
masalah bersama dalam mencapai cita-cita bersama. Cita-cita kita sebagai
bangsa Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mewujudkan
suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur materil dan spirituan
berdasarkan Pancasila. Seperti halnya keluarga, sutau bangsa yang
bertekad mencapai cita-cita bersama memerlukan suatu pandangan hidup.
Tanpa pandangn hidup, suatu bangsa akan terombang ambing. Dengan
pandangan hidup suatu bangsa dapat secara jelas mengetahui arah yang
dicapai.
Dengan pandangan hidup, suatu bangsa :
- Akan dengan mudah memandang persoalan-pesoalan yang dihadapi;
- Akan dengan mudah mencari pemecahan masalah-masalah yang dihadapi;
- Akan memiliki pedoman dan pegangan;
- Akan membangun dirinya.
Dengan uraian di atas jelaslah
betapa pentingnya pandangan hidup suatu bangsa. Pertanyaan berikut yang
secara wajar muncul pada diri kita sendiri “ apakah pandangan hidup itu
sesungguhnya?”.
Seorang dewasa yang memiliki pandangan hidup adalah seseorang yang :
- Yang secara sadar mengetahui cita-citanya;
- Yang secara sadar memilih bentuk kehidupan yang ditempuhnya;
- Yang mengetahui nilai-nilai yang dijunjung tinggi;
- Yang mengetahui mana yang benar dan mana yang salah serta melaksanakanya secara jujur.
Dengan demikian, pandangan hidup suatu bangsa adalah :
- Cita-cita bangsa;
- Pikiran-pikiran yang mendalam;
- Gagasan mengenai wujud kehidupan yang lebih baik.
Jadi pandangan hidup suatu bangsa adalah inti sari (kristalisasi) dari
nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu dan diyakini kebenaranya, yang
berdasarkan pengalaman sejarah dan yang telah menimbulkan tekad pada
bangsa itu untuk mewujudkanya dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke
arah mana tujuan yang ingin dicapai sangat memerlukan pandangan hidup.
Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang
persoalan-persoalan yang dihadapi dan menetukan arah serta bagaimana
cara bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan tadi.
Tanpa memiliki pandangan hidup maka sesuatu bangsa akan merasa terus
terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang timbul,
baik persoalan-persoalan di masyarakat sendiri maupun
persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat
bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu
bangsa akan memiliki pedoman dan pegangan bagaimana ia memecahkan
masalah-masalah politik, ekonomi, sosial budaya yang timbul dalam gerak
masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu
pula sesuatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan oleh sesuatu bangsa, terkandung pikiran yang
dianggap baik. Pada akhirnya pandangn hidup suatu bangsa adalah suatu
kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang
diyakini kebenaranya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk
mewujudkanya. Karena itulah dalam melaksanakan pembangunan misalnya,
kita tidak dapat begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan
oleh bangsa lain tanpa menyesuaikan dengan pandangn hidup, dan
kebutuhan-kebutuhan yang baik dan memuaskan bagi suatu bangsa, belum
tentu baik dan memuaskan bagi bangsa lain. Oleh karena itu pandangan
hidup suatu bangsa merupakan masalah yang sangat asasi bagi kekohan dan
kelestarian suatu bangsa.
Negara Republik Indonesia memang tergolong muda dalam barisan
Negara-negara lain di dunia. Tetapi bangsa Indonesia lahir dari sejarah
dan kebudayaan yang tua, melalui gemilangnya Kerajaan Sriwijaya,
Majapahit dan Mataram.
Kemudian mengalami penderitaan penjajahan sepanjang tiga setengah abad,
sampai akhirnya bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk
merebut kembali kemerdekaan nasionalnya sama tuanya dengan sejarah
penjajahan itu sendiri. Berbagai babak sejarah telah dilalui dan
berbagai jalan ditempuh dengan cara yang berbeda-beda, mulai dari cara
yang lunak sampai dengan cara yang kasar, mulai dari gerakan kaum
cendikiawan yang terbatas smapai pada gerakan yang menghimpun kekuatan
rakyat banyak, mulai dari bidang pendidkan, kesenian daerah, perdagangan
sampai pada gerakan-gerakan politik.
Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri
yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan
perjuangan dan cita-cita hidup di masa yang akan datang, yang secara
keseluruhan membentuk kepribadianya sendiri. Oleh karena itu bangsa
Indonesia lahir dengan kepribadianya sendiri, yang bersamaan dengan
lahirnya bangsa dan Negara itu, kepribadian itu ditekankan sebagai
pandangan hidup dan dasar Negara Pancasila. Bangsa Indonesia lahir
dengan kekuatan sendiri, maka percaya pada diri sendiri juga merupakan
salah satu cirri kepribadian bangsa Indonesia. Karena itulah, Pancasila
bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui
proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjungan bangsa kita
sendiri, dengan melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami
oleh bangsa kita dan gagasan-gagasan besar bangsa kita sendiri.
Karena pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam
kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai Dasar Negara yang mengatur
hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun
dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga buah UUD
yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, Mukadimah
Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan UUD sementara Republik
Indonesia tahun 1950 pancasila itu tetap tercantum di dalamnya.
Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional kita,
Pancasila selalu menjadi pegangan bersama pada saat terjadi krisis
nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti
sejarah bahwa Pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia
sebagai dasar kerohanian bangsa, dikehendaki sebagai Dasar Negara.
3. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Kuasa, dikodratkan hidup
secara berkelompok. Kelompok manusia itu akan selalu mengalami perubahan
dan perkembangan. Perkembangan manusia dari yang mengelompok itu sampai
pada suatu keadaan dimana mereka itu terjalin ikatan hubungan yang kuat
dan serasi. Ini adalah pertanda adanya kelompok manusia itu dengan
cirri-ciri kelompok tertentu, yang membedakan mereka dengan
kelompok-kelompk manusia lainya. Kelopmok ini membesar dan menjadi
suku-suku bangsa. Tiap suku bangsa dibedakan oleh perbedaan nilai-nilai
dan moral yang mereka patuhi bersama. Berdasarkan hal ini kita dapat
menyebutkan adanya kelompok suku bangsa Minangkabau, Batak, Jawa,
Flores, Sunda, Madura, dan lain sebagainya. Semua suku itu adalah modal
dasar terbentuknya kesadaran berbangsa dan adanya bangsa Indonesia yang
kita miliki adalah bagian dari bangsa itu sekarang ini.
Kelompok-kelompok manusia tersebut dikatakan suku bangsa, karena
mempunyai tujuan hidup. Tujuan hidup kelompok ini akan membedakan mereka
dengan kelompok suku bangsa lain di Nusantara ini. Jadi kita kenal
dengan pandangan hidup suku Jawa, Sunda, Batak, Flores, Madura, dan
lain-lain sebagainya.
Pandangan hidup merupakan wawasan atau cara pandang mereka untuk
memenuhi kehidupan di dunia dan bekal di hari akhir. Bangsa Indonesia
yang terdiri dari suku bangsa tersebut, meyakini adanya kehidupan di
dunia dan hari akhir. Berdasarkan hal tersebut kita menemukan persamaan
pandangan hidup di antara suku-suku bangsa di tanah air ini, ialah
keyakinan mereka adanya dua dunia kehidupan.
Inilah yang menyatukan pandangan hidup bangsa Indonesia, walaupun mereka terdiri atas berbagai suku yang berbeda.
Bangsa Indonesia yang terikat oleh keyakinan Kepada Tuhan yang Maha
Kuasa dan kuatnya tradisi sebagai norma dan nilai kehidupan dalam
masyarakat adalah tali persamaan pandangan hidup antara berbagai suku
bangsa di Nusantara ini. Pandangan hidup kita berbangsa dan bernegara
tersimpul dalam falsafah kita Pancasila. Pancasila memeberikan pancaran
dan arah untuk setiap orang Indonesia tentang masa depan yang
ditempuhnya. Inilah pandangan hidup bangsa Indonesia sebagaimana
tertuang dalam kelima Sila Pancasila.
.............................................alisyahbana...............................................................
Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan
A. Pengertian Hukum Dasar
Sebagai dasar negara,
Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan
populer disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronslag).
Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma
dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk dalam sumber tertib
hukum di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma dan
kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila
merupakan sumber hukum negara baik yang tertulis maupun yang tak
tertulis atau convensi. Yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Untuk menyelediki
hukum dasar suatu negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD
nya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan
suasana kebatinannya dari UUD itu.
Hukum dasar tertulis (UUD)
merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah
suatu negara dalam menentkan mekanisme kerja badan-badan tersebut
seperti ekslusif, yudikatif dan legislatif.
Undang-Undang Dasar 1945
merupakan hukum dasar yang tertulis, kedudukan dan fungsi dari UUD 1945
merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarkat,
warga negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945 memuat normat-norma
atau aturan-aturan yang harus diataati dan dilaksanakan.
Indonesia adalah negara
demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam segala
aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam system
peraturan perundang – undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan
pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Indonesia
Disini berbeda pendapat tentang permulaan Islam di Indonesia antara
lain: Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan
berdirinya kerajaan Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa
Islam ke Indonesia adalah para pedagang, bukan missi tentara dan bukan
pelarian politik. Mereka tidak ambisi langsung mendirikan kerajaan
Islam.
Lagi pula di Indonesia pada
zaman itu sudah ada kerajaan-kerajaan Hindu, Budha yang banyak jumlahnya
dan berkekuatan besar. Jadi masa tenggang antara kedatangan orang Islam
pertama di Indonesia dengan berdirinya kerajaan Islam pertama adalah
sangat lama.
Nah disini timbul pertanyaan dibenak kita. Orang Islam dimanakah yang
pertama dating dan berdakwah Islam di Indonesia, dan pada abad berapa?
Ada beberapa teori untuk menjawab pertanyaan tersebut, antara lain sebagai berikut:
- Yang
dating pertama kaili ialah myballig dari Persi (Iran) pada pertengahan
abad 12 Masehi. Alasanya karena kerajaan Islam pertama di Indonesia
bernama Pase (Pasai) berasal dari Persi. Ditambah dengan kenyataan bahwa
orang Islam Indonesia sangat hormat dengan keturunan Sayid atau Habib
yaitu keturunan Hasan dan Husen putra Ali Bin Abi Tholib.
- Yang dating pertama kali ialah Muballig dari India barat tanah
Gujarat. Alasanya karena ada persamaan bentuk nisan dan gelar nama dari
Muballig yang oleh Belanda dianggap sebagai kuburan orang-orang Islam
yang pertama di Indonesia.
Adapun hasil seminar yang
diselenggarakan di Medan pada tahun 1936 mengenai masuknya agama Islam
di Indonesia menyimpulkan sebagai berikut:
- Menurut sumebr bukti yang terbaru, Islam pertama kali
dating di Indonesia pada abad ke VII M/1 H di bawa oleh pedagang dan
muballig dari negeri Arab.
- Daerah yang pertama di masuki ialah pantai barat pulau Sumatra yaitu
di daerah Baros, tempat kelahiran ulama besar bernama Hamzah Fansyuri.
Adapun kerajaan Islam yang pertama ialah di Pase.
- Dalam proses pengislaman selanjutnya orang-orang Islam bangsa
Indonesia ikut aktif mengambil bagian yang berperan, dan proses itu
berjalan secara damai.
- Kedatangan islam di Indonesia ikut mencerdaskan rakyat dan membina
karakter bangsa. Karakter tersebut dapat di buktikan pada perlawanan
rakyat melawan penjajahan bangsa asing dan daya tahannya mempertahankan
karakter tesebut selama dalam zaman penjajahan barat dalam waktu 350
Tahun.
B. Periode Pada Zaman Belanda
Pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu peraturan yang
mengharuskan para guru agama memiliki izin khusus untuk mengajar. Banyak
sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan
agama di Indonesia, misalnya
- Setiap sekolah atau Madrasah harus memiliki izin dari bupati/pejabat pemerintahan belanda
- Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci
- Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkanya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.
Atas dasar perjuangan dari organisasi
Islam, melalui konggres Al-Islam pada tahun 1926 di Bogor, peraturan
tentang penyelenggaraan pendidikan islam yang di buat oleh pihak Belanda
pada tahun 1905 dihapuskan dan diganti dengan peraturan yang baru yang
terkenal dengan sebutan Ordonansi Guru. Menurut peraturan baru ini, izin
Bupati tidak lagi diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan Islam.
Guru agama cukup memberitahukan pada pejabat yang bersangkutan tentang
maksud mengajar. Disamping itu, guru juga disuruh mengisi formulir yang
telah disediakan oleh pejabat pemerintahan Belanda yang isinya berupa
persoalan berupa murid dan kurikulum
Di sekolah-sekolah Umum secara resmi belum diberikan pendidikan agama.
Hanya di fakultas-fakultas hokum telah ada matakuliah Ismologi, yang
dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengetahui hokum-hukum dalam Islam.
Sedangkan dosen-dosen yang memberikan matakuliah Ismologi tersebut pada
umumnya bukan orang Islam dengan menggunakan buku-buku atau literature
yang dikarang oleh para orentalis.
C. Periode Pada Zaman Jepang
Keadaan agak berubah, karena ada kemajuan dalam pelaksanaan pendidikan
agama di sekolah-sekolah Umum. Hal ini disebabkan karena mereka
mengetahui bahwa sebagian besar bangsa Indonesia adalah pemeluk agama
Islam, maka untuk menarik simpati dari pemeluk agama Islam maka Jepang
menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan agama Islam.
Terlebih lagi pada awalnya, pemerintah Jepang menampakan diri
seakan-akan membela kepentingan Islam yang merupakan siasat untuk
kepentingan perang Dunia II. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan
kepentingan agama. Untuk mendekati umat Islam Jepang menempuh beberapa
kebijakan diantaranya pada jaman Jepang dibentuknya KUA, didirikanya
Masyumi dan pembentukan Hisbullah. Pada masa pendudukan Jepang, ada satu
hal istimewa dalam dunia pendidikan, yaitu sekolah-sekolah telah di
selenggarakan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah suasta lain
seperti Muhammadiyah, Taman Siswa dan lain-lain diiziankan terus
berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh penduduk Jepang.
Di Sumatra, organisasi-organisasi Islam menggabungkan diri dalam majelis
Islam tinggi. Kemudian majelis tersebut mengajukan usul kepada
pemerintah Jepang, agar di sekolah-kolah pemerintah diberikan pendidikan
agama sejak sekolah rakyat tiga tahun dan ternyata usul tersebut
disetujui dengan syarat tidak diberikan anggaran biaya untuk guru-guru
agama. Mulai saat itu maka pendidikan agama secara resmi boleh diberikan
di sekolah-kolah pemerintah, namun hal ini hanya berlaku di pulau
Sumatra saja. Sedangkan di daerah-daerah lain masih belum ada pendidikan
agama di sekolah-sekolah pemerintah, yang ada hanya pendidikan budi
pekerti yang didasarkan atau bersumber pada agama juga.
D. Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Kalau dirujuk kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan
besar pada bangsa Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial agama
maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang di embank yaitu kembali pada
UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekwen sehingga
pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur
pemerintahan.
Pada masa Orde Baru pendidikan Islam dikembangkan masih dalam batas
pemahaman dan pengembangan pengetahuan saja, baru setelah masuk pada
abad 21 maka pendidikan Islam lebih difokuskan pada penerapan atau
aktualisasi dari ilmu pengetahuan dan selalu didasrkan oleh keimanan dan
ketakwaan. Hal ini sesuai dengan beberapa strategi yang diterapkan di
sekolah-sekolah guna peningkatan kualitas peserta didiknya baik dari
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai landasan menuju
pembaharuan masyarakat islam yang maju.
Pada masa itu juga banyak jalan-jalan yang ditempuh untuk menyetarakan
antara pendidikan agama dan pendidikan Umum. Hal ini bias dilihat dari
surat keputusan bersama (SKB) 2 mentri tentang sekolah Umum dan Agama.
Dengan adanya SKB tersebut, maka anak-anak yang sekolah agama bias
melanjutkan kesekolah yang lebih tinggi. Kemudian untuk mengikis
dualisme pendidikan bias dilakukan dengan cara pengintegrasian antara
pelajaran umum dan agama, walaupun dualisme itu masalah klasik yang
tidak mudah untuk dihapus.
Tehknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-kolah umum mengalami
perubahan-perubahan tertentu sehubungan dengan perkembangan cabang ilmu
pengetahuan dan perubahan system proses belajar mengajar. Pendidikan
Islam dengan pendidikan nasional semakin Nampak dalam rumusan pendidikan
nasional yaitu pendidikan nasional ialah usaha sadar untuk membangun
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, nilai budaya, pengetahuan, keterampilan, daya estetik,
dan jasmaniany sehingga dia dapat mengembangkan dirinya dan bersama-sama
dengan sesame manusia membangun masyarakatnya serta membudidayakan alam
sekitar.
E. Tokoh-tokoh Pendidikan Islam Di Indonesia
Adapun tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia antara lain:
1) Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869-1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama
kecilnya Muhammad Darwis, putra dari K.H Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman,
khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah
putri Haji Ibrahim, seorang penghulu Setelah beliau menamatkan
pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan
Tafsir di Yogyakarta beliau pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan beliau
menuntut ilmu disana selama satu tahun. Salah seorang gurunya Syekh
Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 beliau mengunjungi kembali ke Makkah
dan kemudian menetap di sana selama dua tahun
Beliau adalah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan tiada
jemu-jemunya beliau menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada
kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya.
Observation lembaga pernah beliau datangi untuk mencocokan tentang ilmu
hisab. Beliau ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya kelauar pulau
jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa
pada waktu itu banyak dikunjungi.
Cita-cita K.H Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama adalah tegas, beliau
hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama
Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama, keyakinan beliau ialah
bahwa untuk membangun masyarakat bangsa harus terlebih dahulu dibangun
semangat bangsa. K.H Ahmad Dahlan pulang ke Rahmatullah pada Tahun 1923 M
Tanggal 23 Pebruari dalam usia 55 Tahun dengan meninggalkan sebuah
organisasi Islam yang cukup besar dan di segani karena ketegaranya.
2) K.H Hasim Asy’ari (1971-1947)
K.H Hasim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di
Jombang Jawa Timur mula-mula beliau belajar agama Islam pada ayahnya
sendiri K.H Asy’ari kemudian beliau belajar di pondok pesantren di
Purbolinggo, kemudian pindah lagi ke Plangitan Semarang Madura dan
lain-lain.
Sewaktu beliau belajar di Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891,
K.H Ya’kub yang mengajarnya tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan
sopan santunya yang harus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu,
dan akhirnyabeliau dinikahkan dengan putri kiyainya itu yang bernama
Khadijah (Tahun 1892). Tidak lama kemudian beliau pergi ke Makkah
bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama
setahun, sedang istrinya meninggal di sana.
Pada kunjunganya yang kedua ke Makkah beliau bermukim selama delapan
tahun untuk menuntut ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Sepulang dari
Makkah beliau membuka pesantren Tebuiring di Jombang (pada tanggal 26
Rabiul’awal tahun 1899 M)
Jasa K.H Hasim Asya’ari selain dari pada mengembangkan ilmu di pesantren
Tebuireng ialah keikutsertaanya mendirikan organisasi Nahdatul Ulama,
bahkan beliau sebagai Syekul Akbar dalam perkumpulan ulama terbesar di
Indonesia.
Sebagai ulama beliau hidup dengan tidak mengharapkan sedekah dan belas
kasihan orang. Tetapi beliu mempunyai sandaran hidup sendiri yaitu
beberapa bidang sawah, hasil peninggalanya. Beliau seorang salih sungguh
beribadah, taat dan rendah hati. Beliau tidak ingin pangkat dan
jabatan, baik di zaman Belanda atau di zaman Jepang kerap kali beliau
deberi pangkat dan jabatan, tetapi beliau menolaknya dengan bijaksana.
Banyak alumni Tebuiring yang bertebarang di seluruh Indonesia, menjadi
Kyai dan guru-guru agama yang masyhur dan ada diantra mereka yang
memegang peranan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia, seperti
mentri agama dan lain-lain (K.H A. Wahid Hasyim, dan K.H Ilyas).
K.H Asy’ari wafat kerahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan
meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren
Tebuiring yang tertua dan terbesar untuk kawasan jawa timur dan yang
telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah
lain walaupun dengan menggunakan nama lain bagi pesantren-pesantren yang
mereka dirikan.
3) K.H Abdul Halim (1887-1962)
K.H Abdul Halim lahir di Ciberelang Majalengka pada tahun 1887. beliau
adlah pelopor gerakan pembeharuan di daerah Majalengka Jawa Barat yang
kemudian berkembang menjadi Perserikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911.
yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5
April 1952 M. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat
beragama (ayahnya adalah seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan
famili-familinya tetap mempunyai hubungan yang erat secara keluarga
dengan orang-orang dari kalangan pemerintah. K.H Abdul Halim memperoleh
pelajaran agama pada masa kanak-kanak dengan belajra diberbagai
pesantren di daerah Majalengka sampai pada umur 22 Tahun. Ketika beliau
pergi ke Makkah untuk naik haji dan untuk melanjutkan pelajaranya.
Pada umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk menyebarkan pemikiranya
dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa beliau tidak
pernah mengecam golongan tradisi ataupun organisasi lain yang tidak
sepaham dengan beliau, tablignya lebih banyak merupakan anjuran untuk
menegakan etika di dalam masyarakat dan bukan merupak kritik tentang
pemikiran ataupun pendapat orang lain.
Pada tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang kerahmatullah di
Majalengka Nawa Barat dalam usia 75 Tahun dan dalam keadaan tetap teguh
berpegang pada majhab Safi’i.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian pembahasan di bab II di atas maka penulis dapat
menyimpulan bahwa perkembangan Islam di Indonesia sangat pesat yang
seperti berbeda pendapat tentang permulaan Islam di Indonesia antara
lain: Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan
berdirinya kerajaan Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa
Islam ke Indonesia adalah para pedagang, bukan missi tentara dan bukan
pelarian politik. Mereka tidak ambisi langsung mendirikan kerajaan
Islam.
Pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu peraturan yang
mengharuskan para guru agama memiliki izin khusus untuk mengajar. Banyak
sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan
agama di Indonesia, misalnya
- Setiap sekolah atau Madrasah harus memiliki izin dari bupati/pejabat pemerintahan belanda
- Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkanya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Djumhur, Sejarah Pendidikan, Bandung : Ilmu, 1969
Fadhlil al-Djamali, Menerobos Krisis Pendidikan Islam, Jakarta : Golden Press, 1992
Malik, Fadjar, H.A. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarat : Alfa Grafitama, 1998
Moelim, Abdurrahman, Islam Transformatif, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997
Mahmud Yunus, Prof Dr. H. Sejarah Pendidikan Islam¸ Jakarta : Mutiara Sumber Widya
Zuhairini, Dra, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2000
............................................alisyahbana.........................................................